Mencintai Tangan Ibu – Saat itu, 30 tahun lalu aku mempunyai kesempatan untuk sujud dan sungkem kepada Bapak dan Ibuku, memohon doa restu terakhir. Saat itulah, saat kupegang tangan Bapak dan Ibu, baru kusadari betapa besar perjuangannya mereka yang terlihat dari guratan dan keriput kulit tangan. Dan kutengadah melihat tetes air dari mata yang sudah lelah melihat dunia tetapi teduh melihat diri ini. Masih sempatkah Saudara menggenggam tangan orang tua Saudara? Di keriput tangan mereka, dapat kita rasakan rasa cinta…! Jika tidak ada kesempatan lagi, setidaknya cerita dan kisah pengorbanan seorang ibu di bawah ini bisa mengobati rasa rindu kita.
Satu hari, seorang anak remaja, secara tidak sengaja, mendapati bahwa kedua tangan ibunya ternyata jelek sekali karena kas luka bakar. Selama ini sang ibu berhasil menyembunyikannya dengan memakai baju berlengan panjang. Ia kaget, terkejut, dan menunjukkan mimik tidak suka karena merasa risih dan jijik.
Ibu yang mengetahui reaksi anaknya berkata dengan lembut, “Nak, ke sini lah sebentar. Ibu mau cerita tentang tangan ibu ini.
Perlahan si anak mendekati ibunya.
“Apakah kamu mau tahu kenapa tangan Ibu jelek seperti ini?”, tanya ibunya.
Si anak hanya menggeleng pelan.
Ceritanya begini. Ketika kamu masih bayi, kita adalah keluarga yang mampu mengontrak rumah sederhana di pemukiman padat. baru merantau ke Jakarta. Ayahmu hanya Setiap hari ayahmu bekerja banting tulang untuk mencukupi kebutuhan kita, sedangkan Ibu selain membesarkan kamu juga bekerja sebagai tukang cuci.”
“Suatu hari ketika Ibu sedang bekerja, terdengar teriakan, ‘kebakaran… kebakaran… kebakaran!’ Dengan panik, Ibu meninggalkan cucian, dan berlari menuju tempat kebakaran. Sesampai di sana badan Ibu langsung lemas, karena ternyata rumah kita sedang diamuk api.”
“Tahukah di mana kamu waktu itu? Di kamar tertidur pulas. Dengan histeris Ibu pun menerobos masuk untuk menyelamatkan kamu, tetapi dihalangi oleh masyarakat. Tentu tidak mungkin kamu Ibu biarkan mati dilalap api. Dengan sekuat tenaga dibantu badan yang licin karena dipenuhi sabun, Ibu pun terlepas.”
“Ibu menerobos masuk, menerjang ke kamar, dan menemukan kamu sudah dikelilingi api. Syukur kamu belum apa-apa. Dengan segera Ibu membungkus kamu dengan sarung basah. Tinggal, bagaimana cara keluar. Asap hitam di mana-mana dan Ibu kehilangan arah. Namun Ibu nekat menerobos dan berhasil menemukan pintu keluar.”
“Sayang, karena panik, Ibu tidak memperhatikan keadaan sekeliling. Sebatang kayu yang sedang terbakar jatuh dan menimpa tangan Ibu. Kamu terlepas dan diselamatkan. Hasilnya seperti beginilah tangan Ibu.” warga.
Mendengar kisah dramatis itu, si anak remaja diam terpaku. Perasaan haru muncul di hatinya hingga tidak sadar air mata meleleh di pipinya. Perlahan ia pun mendekatkan dirinya ibu, memeluk, dan menciuminya dengan lembut seraya berkata, “Tangan Ibu begitu hebat dan kuat. Aku bangga punya Ibu yang begitu mengasihiku, yang rela mengorbankan segalanya untuk menyelamatkan aku. Sungguh, aku mencintai tangan Ibu.”
*
Sesuatu itu baik atau buruk tergantung bagaimana kita melihatnya. Tangan Ibu tampak buruk tanpa kisah di baliknya. Namun ketika kisah tangan itu diceriterakan, maka seketika terjadi perubahan pandangan: dari tangan buruk menjadi tangan perkasa, dari jijik menjadi mencintai.
Ini juga berlaku untuk semua hal yang ada dalam kehidupan kita. Semua hal akan menjadi indah jika kita memandangnya dengan tulus. Pasti ada suatu tujuan baik dari semua hal itu. Bahkan, malapetaka dan kejahatan yang menimpa kita pun akan menjadi sebuah kebaikan jika kita maknai tujuan dan manfaat malapetaka itu bagi kita ke depannya. Ini seperti obat yang harus kita telan untuk kesembuhan dan kebaikan kita. Obat memang pahit, tetapi menyembuhkan kita. Tantangan memang berat, tetapi itu yang menguatkan kita. Sampai kapan kita diberi waktu untuk mencintai tangan ibu?(Set)
“Pelukan seorang ibu bertahan lama setelah dia pergi.”
Anonim