Alkisah, di satu perkampungan Indian hiduplah seorang pemburu. Suatu hari dia naik ke bukit yang penuh batu cadas untuk menangkap rajawali. Sesampai di sarang rajawali, dia hanya menemukan sebutir telur. Daripada pulang sia-sia, telur rajawali itu pun dibawanya dan ditaruh bersama telur-telur ayamnya yang sedang dieram.
Tak berapa lama kemudian, menetaslah telur-telur eraman sang pemburu. Karena masih kecil, tidak terlihat perbedaan yang mencolok antara anak rajawali dengan anak ayam. Si rajawali sendiri tidak pernah menyadari bahwa dia berbeda dengan yang teman-temannya. Maka dia hidup dan ber- perilaku seperti anak ayam.
Waktu terus berjalan. Rajawali mulai merasa bahwa dirinya berbeda dengan anak-anak ayam. Sayapnya melebar, kakinya membesar, dan cengkeramannya menguat. Tetapi lingkungannya selalu mengatakan bahwa dia cuma seekor ayam. Hingga suatu hari, terbanglah seekor rajawali dewasa melewati kampung tersebut. Dengan gagah dia sayapnya, melayang dengan anggun, serta mengepakkan mengeluarkan yang melengking dan berwibawa. Semua tertegun, terpana, suara dan mendongak sambil bertanya-tanya, makhluk apakah sebenarnya itu?
Tiba-tiba, terdengar teriakan panik sang induk ayam. “Anak- anak, lari, sembunyi! Selamatkan diri masing-masing. Itu adalah rajawali, musuh dan pemangsa ayam!”
Segera semuanya mengambil langkah seribu dan bersembunyi dengan ketakutan di kolong rumah. Tetapi tidak demikian dengan si rajawali kecil. Sedikit pun rasa takut tidak muncul dalam dirinya. Sebaliknya dia merasakan sebuah panggilan yang kuat dalam batinnya. Lengkingan dari langit itu seakan berkata, “Hai anak rajawali, ingat akan jati dirimu. Kamu bukan anak ayam seperti yang kamu dengar dan pikirkan selama ini. Kamu adalah rajawali. Lihat sayapmu yang lebar. Lihat kaki dan cakarmu yang besar dan kuat. Pakailah dan kembangkan semua potensi dirimu yang luar biasa itu. Mari, bergabunglah bersamaku mengarungi angkasa luas tara.” yang tiada
Menjawab panggilan itu, perlahan rajawali kecil mulai berlari sambil mengepakkan sayapnya. Semakin cepat dan kencang sehingga sedikit demi sedikit tubuhnya pun terangkat. Namun karena belum terbiasa, dia pun jatuh. Tidak putus asa, dia mencoba lagi dengan lebih bersemangat. Tetapi hasilnya sama saja, baru terbang sedikit langsung jatuh.
Sementara itu, terdengar suara hiruk-pikuk dari kolong rumah. “Hei… jangan bodoh. Cepat bersembunyi di sini sebelum dipatok dan dimangsa. Ingat, kita adalah bangsa ayam yang tidak pernah bisa terbang. Ayo jangan terlambat!”
Rajawali kecil bimbang. Mau mencoba terbang lagi, ia sudah capek. Tetapi bergabung ke kolong, hatinya tidak rela. la berada di sebuah persimpangan, dan harus memilih. Setelah beberapa saat, pilihan pun diputuskan. Ia memilih untuk bergabung dengan masyarakat ayam. Tragis….
Demikianlah kisah ini terjadi. Rajawali kembali menjadi ayam dan memilih untuk melupakan dan mematikan spirit yang ada di dalam batinnya. Hingga akhir hayatnya, dia tetap merasa dan mengganggap dirinya sebagai ayam.
Kisah anak rajawali di atas bisa jadi adalah cerminan dari setiap kita. Dari awal, kita tercipta karena sebuah tujuan dari Tuhan sendiri. Jika tidak, niscaya kita tidak akan terlahir. Apapun keadaan kita, karena itu kehendak Tuhan, maka hanya satu yang memungkinkan. Kita terlahir untuk menjadi hebat. Terlahir untuk menjalankan garis hidup yang istimewa dan baik adanya.
Tetapi mengapa kondisi saya sekarang begini? Terpuruk, penuh derita dan kegelisahan?
Seperti anak rajawali yang terbiasa hidup dengan ayam, maka kita pun demikian. Kita jadi lupa bahwa setiap diri kita pasti unik dan istimewa. Tinggal cari dan gali, jangan sampai tenggelam karena pengaruh lingkungan dan godaan setan.
Kita semua dilimpahi dengan potensi luar biasa untuk dikembangkan. Maukah kita berusaha mengembangkannya? Buanglah mentalitas seperti rajawali kecil di atas, yang karena lelah, pernah gagal, ragu dan bimbang, putus asa, lalu memilih mendengarkan suara bumi. Sebaliknya, pilihlah untuk bertarung sekuat tenaga sampai kita mendapati bahwa kita bukanlah pecundang, tetapi pemenang dengan prestasi luar biasa.
Sejatinya, kita dilahirkan untuk menjadi hebat. Kita semua adalah raja bagi diri kita. Marilah kita berpikir dan bertindak sebagai raja. Kita akan bawa seluruh tubuh dan jiwa ini ke panggilan awalnya: Hebat, baik, dan istimewa adanya. Dan suatu saat akan kita persembahkan yang terbaik ini kembali ke Sang Pencipta kita!
” Kamu laiknya karya seni. Tidak semua orang akan mengerti dirimu, tetapi orang-orang yang mengerti, tidak akan pernah melupakanmu.”
Anonim
Jangan hanya berterima kasih kepada Allah ketika semuanya berjalan baik, terima kasih kepada-Nya bahkan ketika segala sesuatunya terasa sulit.